Mengembalikan Jati Diri Bangsa di Era Digital: Sinergi Pemerintah, Pendidikan, dan Media

Pesatnya perkembangan teknologi telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia, tak terkecuali pembentukan karakter. Diskusi ini menyoroti bagaimana kemudahan akses informasi dan interaksi digital, di satu sisi, dapat menggerus nilai-nilai luhur bangsa seperti sopan santun, empati, dan penghargaan terhadap proses. Namun, di sisi lain, teknologi juga menyimpan potensi untuk menjadi alat yang efektif dalam menanamkan kembali karakter bangsa jika dimanfaatkan secara bijak.

KARAKTER SISWAKARAKTER BANGSA INDONESIAPERAN PEMERINTAHPENDIDIKANMEDIA

Samsi

5/2/20252 min read

worm's-eye view photography of concrete building
worm's-eye view photography of concrete building

Pesatnya perkembangan teknologi telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia, tak terkecuali pembentukan karakter. Artikel ini menyoroti bagaimana kemudahan akses informasi dan interaksi digital, di satu sisi, dapat menggerus nilai-nilai luhur bangsa seperti sopan santun, empati, dan penghargaan terhadap proses. Namun, di sisi lain, teknologi juga menyimpan potensi untuk menjadi alat yang efektif dalam menanamkan kembali karakter bangsa jika dimanfaatkan secara bijak.

Kekhawatiran akan kurangnya minat generasi muda terhadap pendidikan karakter berbasis teknologi menjadi poin krusial. Generasi yang tumbuh di era digital cenderung lebih tertarik pada pengalaman nyata dan interaksi langsung. Oleh karena itu, penanaman karakter yang efektif memerlukan contoh dan teladan nyata dari lingkungan terdekat, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Menyadari tantangan arus teknologi yang kuat di ranah keluarga, muncul gagasan perlunya pendekatan top-down dari pemerintah. Kebijakan yang terstruktur dan sistematis dari pemerintah pusat hingga tingkat desa dianggap penting untuk memberikan arah dan kerangka kerja yang jelas dalam upaya pengembalian karakter bangsa. Kebijakan ini dapat berupa regulasi penggunaan teknologi, program penguatan keluarga dan komunitas, serta kampanye nasional tentang karakter bangsa.

Lebih lanjut, diskusi menekankan peran sentral media resmi, khususnya televisi, dalam menjangkau seluruh lapisan masyarakat, mengingat masih adanya kesenjangan literasi teknologi antar generasi. Televisi, dengan jangkauan yang luas dan tingkat kepercayaan yang relatif tinggi, memiliki potensi besar untuk menyampaikan pesan-pesan karakter bangsa secara masif dan berkelanjutan. Strategi penyisipan pesan dalam berbagai program acara, termasuk di sela-sela iklan, dianggap sebagai cara yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai luhur tanpa terasa menggurui.

Untuk mengoptimalkan upaya pengembalian karakter bangsa, sinergi yang kuat antara pemerintah (dari pusat hingga desa), lembaga pendidikan, dan media televisi menjadi kunci utama. Pemerintah pusat berperan dalam merumuskan kebijakan, mengalokasikan anggaran, dan melakukan koordinasi. Pemerintah daerah bertugas mengimplementasikan kebijakan di tingkat lokal dan bersinergi dengan lembaga pendidikan serta masyarakat. Lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam kurikulum dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Sementara itu, media televisi berperan dalam menyampaikan pesan-pesan karakter secara konsisten, edukatif, dan inspiratif kepada seluruh masyarakat.

Integrasi yang sinergis ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem yang saling mendukung dalam pembentukan karakter bangsa. Pesan-pesan nilai luhur tidak hanya menjadi wacana di media massa, tetapi juga diimplementasikan dalam kebijakan, dipraktikkan di sekolah, dan dihidupkan dalam interaksi sosial sehari-hari. Dengan kolaborasi yang solid antara pemerintah, pendidikan, dan media, diharapkan jati diri bangsa Indonesia yang luhur dapat kembali mengakar kuat di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat.