Mengatasi Jurang Data: Strategi Menciptakan Akurasi Data Anak Tidak Sekolah (ATS)
Data anak tidak sekolah (ATS) seringkali menjadi sorotan, terutama ketika angka yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) atau lembaga lain tidak sesuai dengan realitas di lapangan atau tidak menunjukkan penurunan signifikan. Ketidakakuratan data ini berpotensi besar menyebabkan salah sasaran program dan menghambat upaya penuntasan wajib belajar.
ATS (ANAK TIDAK SEKOLAH)WAJIB BELAJARSOSIALISASI INTENSIFBEKERJA SINERGI
Samsi
12/5/20252 min read


Pengalaman verifikasi data di lapangan, seperti yang dilakukan oleh tim PKBM Berlian Cirebon, menunjukkan adanya disparitas data yang serius:
Anak yang masih sekolah (SD/SMP/SMA) terdata sebagai tidak sekolah.
Anak yang sudah lulus (SMA/SMK) terdata sebagai tidak sekolah.
Anak yang sedang menempuh pendidikan tinggi (kuliah) terdata sebagai tidak sekolah.
Fakta-fakta ini menegaskan bahwa masalah utama bukan hanya pada jumlah ATS yang sesungguhnya, tetapi juga pada kualitas dan akuntabilitas data kependudukan yang menjadi basis perhitungan. Oleh karena itu, diperlukan paradigma baru dalam pengelolaan data usia sekolah yang melibatkan multi-sektor dan partisipasi aktif masyarakat
5 Pilar Strategi Menuju Data Akurat Usia Sekolah
Untuk memastikan data peserta didik yang tidak sekolah menjadi lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, ada lima strategi utama yang harus diimplementasikan:
1. Sosialisasi Intensif Pentingnya Pembaruan Data di Tingkat Desa/Kelurahan
Pemerintahan terendah (Desa/Kelurahan) adalah ujung tombak dan sumber data masyarakat yang paling dekat dengan objek. Kepala Desa/Lurah dan perangkatnya harus disosialisasikan dan diberi mandat kuat oleh pemerintah daerah untuk meng-update data masyarakat secara berkala dan real-time, bukan hanya saat ada program tertentu.
Aksi: Mewajibkan data pembaruan status pendidikan dalam setiap kegiatan pelayanan administrasi kependudukan di tingkat desa/kelurahan.
2. Sinergi Antar-Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang Terkait
Akurasi data usia sekolah tidak bisa hanya menjadi beban Dinas Pendidikan. Data yang akurat memerlukan integrasi dan validasi silang dari berbagai OPD yang memiliki basis data kependudukan:
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil): Sebagai sumber data dasar individu, status keluarga, dan usia.
Dinas Pendidikan: Sebagai sumber data status sekolah/lulus (Dapodik).
Dinas Sosial/Bappeda: Sebagai pihak yang mengelola data kemiskinan (DTKS) yang sering beririsan dengan kasus ATS.
Sinergi ini memastikan bahwa ketika Disdukcapil mencatat usia, Dinas Pendidikan mengonfirmasi status pendidikan terakhir, dan keduanya diperbarui secara simultan.
3. Tidak Hanya Mengandalkan Jalur Pendidikan Formal (Sekolah)
Verifikasi data ATS seringkali hanya berfokus pada data dari sekolah formal. Padahal, anak usia sekolah yang tidak bersekolah mungkin:
Bersekolah di Pendidikan Non-Formal (PKBM/SKB), yang datanya (Dapodik PNF) harus diakomodasi.
Bekerja atau menikah, yang statusnya harus diakui dan terintegrasi dalam data kependudukan.
Perluasan jangkauan verifikasi ke lembaga PNF, program keterampilan, dan bahkan data pencatatan pernikahan usia muda sangat penting.
4. Perubahan Paradigma Masyarakat Mengenai Akurasi Data Keluarga
Pemerintah harus berinvestasi dalam edukasi publik yang menekankan bahwa data keluarga (Kartu Keluarga/KK) bukan hanya untuk mendapatkan bantuan sosial, tetapi merupakan identitas sipil penting yang memengaruhi perencanaan pembangunan.
Contoh: Anggapan bahwa "tidak apa-apa anak yang lulus masih terdata sebagai tidak sekolah" harus dihilangkan melalui sosialisasi bahwa data yang up-to-date adalah hak dan kewajiban setiap warga negara.
5. Anjuran Pembaruan Data Keluarga saat Perubahan Status
Setiap kali terjadi perubahan status signifikan pada anggota keluarga, khususnya anak usia sekolah, harus segera di-update datanya, yaitu:
Inisiatif proaktif dari pemerintah daerah, seperti melalui program jemput bola pembaruan data setelah kelulusan sekolah, akan sangat membantu memutus mata rantai ketidakakuratan data.
Kesimpulan
Permasalahan data anak tidak sekolah yang "tidak habis" adalah cerminan dari sinkronisasi data kependudukan yang belum optimal. Verifikasi data di lapangan membuktikan bahwa sebagian besar kasus data tidak sekolah adalah kesalahan pencatatan status, bukan semata-mata kasus ATS yang baru.
Dengan sinergi total dari Disdukcapil, Dinas Pendidikan, dan pemerintah terendah (Desa/Kelurahan), serta perubahan kesadaran masyarakat akan pentingnya data akurat, kita dapat menutup jurang data (data gap) ini. Data yang akurat adalah kunci keberhasilan program pendidikan, memastikan setiap anak usia sekolah, baik yang menempuh jalur formal, non-formal, maupun yang benar-benar putus sekolah, teridentifikasi secara tepat untuk mendapatkan intervensi yang sesuai.


Pendidikan Untuk Semua
Belajar, mengajar, dan menginspirasi dalam bidang pendidikan Formal dan Nonformal
Kontak
Ekonomi
samsiberkarya
081312029889
© 2024. Samsi All rights reserved.
