Memahami Penerapan Pendekatan Deep Learning
Deep learning, yang pertama kali diperkenalkan oleh Marton dan Säljö (1976), merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pemahaman makna dan hubungan antar konsep secara komprehensif. Model pembelajaran ini berfokus pada pengembangan pemahaman yang lebih dalam terhadap materi pelajaran melalui pengalaman belajar yang menyeluruh, dimana siswa tidak hanya terlibat secara kognitif tetapi juga secara emosional dalam proses pembelajaran mereka. Menurut Suwandi et al (2023), pendekatan ini berusaha mentransformasi paradigma pembelajaran tradisional yang cenderung menekankan penghafalan dan pengulangan informasi, menjadi pembelajaran yang lebih konstruktif dan reflektif. Perubahan ini memungkinkan siswa untuk tidak hanya memahami konten pembelajaran, tetapi juga mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan memecahkan masalah.
METODE PEMBELAJARANPEMBELAJARANERA DIGITALDEEP LEARNINGPENDEKATAN
Samsi
1/29/20256 min read
Perubahan masa kepemimpinan di suatu negara akan terjadi suatu perubahan yang lain sesuai dengan pemikiran yang ingin dicapainya dan target untuk keberhasilan era kepemimpinannya. Perubahan kepemimpinan itu dapat berimbas pula pada dunia pendidikan salah satu contoh nyata saat ini kita di dunia pendidikan terutama pada jenjang dasar dan menengah akan dihadapkan dengan sebuah pendekatan baru dalam pembelajaran yaitu deep learning.
Kementerian Pendidikan Dasar dan menengah saat ini menginginkan peserta didik lulusannya lebih baik dari biasanya. Untuk menghasilkan lulusannya berkualitas dan hasil pembelajarannya bermakna maka dihadirkannya pendekatan deep learning, Menurut Prof. Mu'ti dalam Tempo (2024) yang mengindikasikan bahwa pendekatan deep learning akan menjadi bagian integral dari sistem pendidikan nasional, didukung oleh peraturan menteri dan program pelatihan guru yang komprehensif. Pendekatan ini berpijak pada tiga elemen fundamental: Meaningful Learning, Mindful Learning, dan Joyful Learning. Untuk memahami pendekatan deep learning mari kita pahami Bersama uraian di bawah ini.
Deep learning, yang pertama kali diperkenalkan oleh Marton dan Säljö (1976), merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pemahaman makna dan hubungan antar konsep secara komprehensif. Model pembelajaran ini berfokus pada pengembangan pemahaman yang lebih dalam terhadap materi pelajaran melalui pengalaman belajar yang menyeluruh, dimana siswa tidak hanya terlibat secara kognitif tetapi juga secara emosional dalam proses pembelajaran mereka. Menurut Suwandi et al (2023), pendekatan ini berusaha mentransformasi paradigma pembelajaran tradisional yang cenderung menekankan penghafalan dan pengulangan informasi, menjadi pembelajaran yang lebih konstruktif dan reflektif. Perubahan ini memungkinkan siswa untuk tidak hanya memahami konten pembelajaran, tetapi juga mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan memecahkan masalah.
Haryanti (2024) memberikan definisi yang lebih spesifik tentang deep learning sebagai pendekatan pembelajaran yang menekankan penguasaan konsep secara mendalam, melampaui sekadar kemampuan menghafal atau mengenali fakta secara cepat. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah memastikan siswa tidak hanya memahami inti dari sebuah konsep, tetapi juga mampu menghubungkannya dengan konteks praktis yang relevan dalam kehidupan nyata. Pendekatan ini mendorong siswa untuk mengembangkan pemahaman yang lebih kompleks dan terintegrasi, memungkinkan mereka untuk mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam berbagai situasi dan konteks yang berbeda. Dengan demikian, deep learning tidak hanya mempersiapkan siswa untuk ujian akademik, tetapi juga membekali mereka dengan kemampuan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dunia nyata.
Hattie (2020) mendefinisikan deep learning sebagai pendekatan yang mengedepankan pemahaman konseptual dan penerapan pengetahuan secara kritis. Dalam penelitiannya, Hattie (2012) menemukan bahwa implementasi strategi deep learning memiliki effect size 0.69, yang menunjukkan dampak positif yang signifikan terhadap hasil belajar siswa. Sejalan dengan hal tersebut, Darling-Hammond (2017) menggambarkan deep learning sebagai proses pembelajaran yang melibatkan partisipasi aktif siswa dalam eksplorasi dan penerapan konsep-konsep kunci, yang membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mempersiapkan mereka menghadapi tantangan dunia nyata.
Astuti (2024) memperluas konsep deep learning dengan mengidentifikasi enam kompetensi kunci yang disebut "6C": Character, Citizenship, Collaboration, Communication, Creativity, dan Critical Thinking. Penelitiannya menunjukkan bahwa sekolah yang mengimplementasikan pendekatan deep learning mengalami peningkatan signifikan dalam motivasi belajar siswa dan pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Lebih lanjut, Penelitian Fitriyani & Nugroho (2022) memaparkan bahwa kemampuan Critical Thinking, Creativity, Communication dan Collaboration menjadi pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran abad 21 yang digunakan peserta didik dalam menyelesaikan masalah dengan bernalar kritis dan kreatif, menyampaikan gagasan, pertanyaan, ide, mampu menjalin komunikasi dengan baik serta mampu bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama.
Implementasi deep learning memerlukan penyesuaian yang cermat dengan mempertimbangkan karakteristik perkembangan kognitif siswa. Teori konstruktivisme sosial Vygotsky menekankan pentingnya scaffolding dan zona perkembangan proksimal dalam memfasilitasi pembelajaran mendalam pada anak-anak (Tohari dan Rahman, 2024). Kim & Kwon (2023) menambahkan bahwa Korea Selatan juga memanfaatkan deep learning untuk mendukung pendidikan dasar. Pemerintah Korea Selatan bekerja sama dengan perusahaan teknologi untuk mengembangkan sistem pembelajaran berbasis AI yang dirancang khusus untuk siswa sekolah dasar. Sistem ini tidak hanya membantu siswa memahami materi, tetapi juga memantau kesehatan mental mereka melalui analisis pola perilaku belajar.
Meaningful Learning menjadi fondasi penting dalam pendekatan deep learning, memungkinkan siswa untuk memahami materi pembelajaran secara mendalam dan komprehensif. Hafidzhoh et al. (2023) menjelaskan bahwa proses ini melibatkan integrasi informasi baru dengan struktur pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Proses kognitif ini tidak sekadar menambah informasi baru, tetapi menciptakan jaringan pemahaman yang kompleks dan terintegrasi. Ketika siswa aktif menghubungkan fenomena baru dengan pengetahuan yang sudah ada, mereka mengembangkan pemahaman yang lebih dalam dan bertahan lama, berbeda dengan pembelajaran hafalan yang cenderung superfisial.
Implementasi Meaningful Learning dalam praktik pembelajaran melibatkan berbagai strategi pedagogis yang mendorong siswa untuk mengonstruksi pemahaman mereka sendiri. Para guru merancang aktivitas pembelajaran yang memungkinkan siswa mengeksplorasi hubunganantara konsep baru dan pengalaman sehari-hari mereka. Penggunaan contoh-contoh kontekstual dan relevan membantu siswa memahami aplikasi praktis dari konsep yang dipelajari. Misalnya, dalam pelajaran matematika, guru dapat mengaitkan konsep aljabar dengan situasi nyata seperti perencanaan keuangan pribadi atau pengukuran dalam kegiatan sehari-hari, sehingga siswa dapat melihat relevansi dan manfaat langsung dari apa yang mereka pelajari.
Meaningful Learning juga menekankan pentingnya pembelajaran yang terpusat pada siswa, dimana siswa diberi kesempatan untuk aktif berpartisipasi dalam proses belajar. Metode seperti diskusi kelompok, proyek kolaboratif, dan penelitian mandiri menjadi alat penting untuk mendorong keterlibatan aktif ini. Dengan demikian, siswa tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga sebagai pencipta pengetahuan, yang mampu menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam konteks yang berbeda dan menantang.
Mindful Learning, sebagai elemen kedua, berperan penting dalam mengembangkan kesadaran dan keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran. Diputera (2024) menekankan bahwa pendekatan ini mendorong siswa untuk menjadi pembelajar yang sadar dan reflektif. Mindful Learning tidak hanya tentang konsentrasi, tetapi juga mencakup pengembangan kesadaran metakognitif yang memungkinkan siswa memahami dan mengelola proses belajar mereka sendiri. Dengan kata lain, siswa diajarkan untuk tidak hanya fokus pada materiyang dipelajari, tetapi juga pada cara mereka belajar, strategi yang digunakan, dan bagaimana mereka dapat meningkatkan efektivitas belajar mereka.
Wang et al. (2023) mengungkapkan temuan-temuan empiris yang menguatkan efektivitas Mindful Learning dalam meningkatkan berbagai aspek pembelajaran. Penelitian menunjukkan bahwa pendekatan ini berkontribusi signifikan dalam mengembangkan pemikiran inovatif,meningkatkan kecerdasan, dan memperkuat kesadaran metakognitif. Lebih penting lagi, Mindful Learning terbukti memiliki korelasi positif dengan pengembangan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis. Siswa yang terlibat dalam Mindful Learning cenderung lebih mampu menganalisis informasi secara mendalam, mengevaluasi berbagai perspektif, dan menghasilkan solusi yang inovatif terhadap masalah yang dihadapi.
Dalam praktik pembelajaran, implementasi Mindful Learning memerlukan perancangan aktivitas yang mendorong refleksi dan kesadaran diri. Guru dapat mengintegrasikan praktik-praktik seperti jurnal refleksi, di mana siswa mencatat pengalaman dan pemikiran mereka terkait proses belajar; diskusi metakognitif, yang melibatkan percakapan terbuka tentang strategi belajar dan tantangan yang dihadapi; serta sesi umpan balik yang konstruktif, yang membantu siswa mengidentifikasi kekuatan dan area yang perlu ditingkatkan dalam proses belajar mereka. Aktivitas-aktivitas ini tidak hanya meningkatkan keterlibatan siswa tetapi juga membantu mereka mengembangkan keterampilan pengelolaan diri yang penting untuk keberhasilan akademik dan personal.
Joyful Learning, sebagai elemen ketiga, memberikan dimensi emosional yang penting dalam proses pembelajaran. Nur (2019) menekankan bahwa pendekatan ini mengintegrasikan aspek keaktifan, kreativitas, efektivitas, dan kesenangan dalam pembelajaran. Penciptaan atmosfer pembelajaran yang menyenangkan tidak mengurangi substansi pembelajaran, tetapi justru memperkuat efektivitasnya. Lingkungan belajar yang menyenangkan dapat meningkatkan motivasi intrinsik siswa, membuat mereka lebih antusias dan bersemangat dalam menghadapi tantangan akademik.
Untuk Implementasi Joyful Learning melibatkan perancangan aktivitas pembelajaran yang mengintegrasikan unsur permainan, kreativitas, dan eksplorasi. Guru dapat menggunakan berbagai metode seperti pembelajaran berbasis permainan (game-based learning), di mana konsep-konsep pelajaran diajarkan melalui permainan edukatif yang menarik; proyek kreatif, yang memungkinkan siswa mengekspresikan ide-ide mereka melalui seni, desain, atau media lainnya; dan aktivitas kolaboratif yang mendorong kerja sama tim dan interaksi sosial yang positif. Dengan demikian, siswa merasa lebih nyaman dan termotivasi untuk belajar, karena mereka melihat proses pembelajaran sebagai sesuatu yang menyenangkan dan bermanfaat.
Dalam Pendekatan Joyful Learning juga memperhatikan aspek psikologis dan emosional siswa, menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan kognitif dan sosial-emosional secara seimbang. Misalnya, kegiatan teambuilding, permainan peran, dan diskusi terbuka tentang pengalaman pribadi dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial, seperti empati, komunikasi efektif, dan kerja sama. Selain itu, suasana yang positif dan menyenangkan dapat mengurangi stres dan kecemasan yang sering kali terkait dengan proses belajar, sehingga siswa dapat belajar dengan lebih optimal dan efektif.
Penggabungan ketiga elemen ini dalam praktik pembelajaran memerlukan perencanaan yang cermat dan pemahaman mendalam tentang karakteristik siswa. Guru perlu merancang pengalaman pembelajaran yang memadukan aspek meaningful, mindful, dan joyful secara harmonis,menciptakan pembelajaran yang tidak hanya efektif tetapi juga bermakna dan menyenangkan bagi siswa.
Dari uraian di atas dan ini sangat bagus jika terimplementasikan dengan baik dalam pembelajaran dan akan menimbulkan masalah baru lagi jika pendidik tidak mampu memaknai dengan benar tentang deep learning ini, dan juga akan bermasalah bagi sekolah-sekolah yang kurang tenaga pendidik serta sarana prasarana yang kurang mendukung. Hal ini bukan pesimis akan keberhasilan dari pendekatan ini hanya saja saya praktisi pendidikan berpikir di lapangan itu nyata dan sangat lama sekali para pendidik untuk dapat mengimplementasikan sesuatu yang baru karena dengan berbagai masalah seperti sarana prasarana, lambatnya sinkronisasi orang tua atas perubahan, geografis. Sebagai seorang praktisi saya bangga setiap ada terobosan baru, Semoga generasi yang akan datang lebih baik dari generasi sebelumnya hasil dari sebuah proses pendidikan.
Pendidikan Untuk Semua
Belajar, mengajar, dan menginspirasi dalam bidang pendidikan Formal dan Nonformal
Kontak
Ekonomi
samsiberkarya
081312029889
© 2024. Samsi All rights reserved.
